Sejarah Sastra Bandingan
Menurut Bassnett (1993:12), nama sastra bandingan
berasal dari suatu seri antologi Perancis yang terbit pada tahun 1816 dengan
judul Cours de Litterature Comparee. Istilah dalam versi Jermannya Vergleichende
Literaturgeschichte yang muncul pertama kali dalam buku karangan Moriz
Carriere pada tahun 1854, sedangkan dalam bahasa Inggris diperkenalkan oleh
Matthew Arnold pada tahun 1848. Jadi, sastra bandingan dapat dikatakan masih
muda. Pada awalnya studi sastra bandingan berasal dari studi bandingan ilmu
pengetahuan, kemudian lahir studi bandingan agama, baru kemudian lahir sastra
bandingan (Darma, 2003:8).
Basnett (1993:20) menambahkan bahwa istilah “comparative
litterature” baru muncul pada zaman peralihan sewaktu negara-negara
terjajah berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan dari kerajaan “Ottoman”, dari
kerajaan Austro-Hungaria, dari Perancis dan Rusia. Negara yang baru terwujud,
sehingga jati diri kebangsaannya tidak dapat dipisahkan dengan budaya nasional.
Munculnya sastra bandingan bersamaan dengan munculnya jiwa nasionalisme pada
zaman peralihan, yang pada saat itu negara-negara terjajah sedang mencari
identitas mereka. Lahirnya sastra bandingan ini disebabkan oleh timbulnya
kesadaran bahwa sastra itu plural, tidak tunggal (Darma, 2007:53).
Semua sastra memiliki persamaan dan
perbedaan-perbedaan. Adanya persamaan dan perbedaan-perbedaan itu memunculkan
studi untuk membandingkan dan mencari sebab-sebab timbulnya persamaan dan
perbedaan. Di Perancis sastra bandingan dipelopori oleh Fernand Baldensperger,
Jean-Marir Carre, Paul van Tieghem, dan Marius-Francois Guyard. Sastra
bandingan kemudian menjadi dua aliran, yaitu aliran Perancis dan aliran Amerika.
Aliran Perancis disebut aliran lama, sedangkan aliran Amerika dinamakan aliran
baru. Aliran Perancis menekankan perbandingan karya sastra dari negara yang
berbeda, sedangkan aliran Amerika di samping membandingkan dua karya sastra
yang berbeda, juga membandingkan karya sastra dengan bidang ilmu dan seni
tertentu.
Menurut Wellek dan Warren (1989:40), istilah sastra
bandingan pertama dipakai untuk kajian studi sastra lisan, cerita rakyat dan
migrasinya, bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra
yang lebih artistik. Istilah sastrabandingan dalam hal ini, mencakup studi
hubungan antara dua kesusastraan atau lebih. Sastra bandingan disamakan dengan
studi sastra menyeluruh.
Darma (2007:53), mengatakan bahwa sastra bandingan
lahir dari kesadaran bahwa sastra tidak tunggal, namun sastra itu plural, serta
semua sastra ada kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaannya. Kesamaan dapat
terjadi karena masalah manusia, sebagaimana yang terekam dalam sastra, pada
hakikatnya universal, dan perbedaan-perbedaan terjadi karena mau tidak mau
sastra di dominasi oleh situasi dan kondisi tempatan.
Pengertian Sastra Bandingan
Menurut Basnett (1993:1), sastra bandingan adalah
studi teks lintas budaya, berciri antar disiplin dan berkaitan dengan pola
hubungan dalam kesusastraan lintas ruang dan waktu. Sesuai dengan pendapat
Basnett ini, kajian sastra bandingan setidak-tidaknya harus ada dua objek
sastra yang dibandingkan. Kedua objek karya sastra itu adalah karya sastra
dengan latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan latar belakang budaya itu
dengan sendirinya juga berbeda dalam ruang dan waktu.
Menurut Remak (1990:1), sastra bandingan adalah kajian
sastra di luar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan di antara sastra
dengan bidang ilmu serta kepercayaan yang lain, seperti seni (misalnya seni
lukis,seni ukir, seni bina, dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains
sosial (misalnya politik, ekonomi, sosiologi), sains, agama, dan lain-lain.
Ringkasnya, sastra bandingan membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra
negara lain dan membandingkan sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan
ungkapan kehidupan.
Menurut Nada (dalam Damono, 2009:3), sastra bandingan
adalah suatu studi atau kajian sastra suatu bangsa yang mempunyai kaitan
kesejarahan dengan sastra bangsa lain, bagaimana terjalin proses saling
mempengaruhi antara satu dengan lainnya, apa yang telah diambil suatu sastra,
dan apa pula yang telah disumbangkannya. Ringkasnya, seseorang tidak bisa
dianggap telah melakukan studi sastra bandingan, jika ia mengadakan
perbandingan antara sastrawan Arab, al-Buhturin, dan penyair Arab lainnya
seperti Hafiz dan Syauqi.
Menurut Hutomo (1993:15), secara ringkas sastra
bandingan dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang mencakup tiga hal. Pertama,
sastra bandingan lama, yakni sastra bandingan yang menyangkut studi naskah.
Sastra bandingan ini, biasanya ditangani oleh ilmu Filologi. Kedua,
sastra bandingan lisan, yakni sasata bandingan yang menyangkut teks-teks lisan
yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi dan dari
satu tempat ke tempat lain. Teks lisan ini dapat berupa tradisi lisan, tetapi
dapat diungkapkan dalam wujud sastra lisan (tradisi lisan yang berseni). Ketiga,
sastra bandingan modern, yakni sastra bandingan yang menyangkut teks sastra
modern. Walaupun secara garis besar ada tiga hal definisi atau pengelompokkan
sastra bandingan tersebut, ternyata terdapat teori dan metode yang dapat
dipergunakan oleh ketiganya, atau ketiganya dapat saling meminjam metode dan
teknik penganalisisannya. Dengan begitu, ilmu sastra bandingan akan menjadi
studi yang menarik dan bukan merupakan studi yang terbatas pada lingkungan
tertentu saja.
Menurut Damono (2005:1; 2009:1), sastra bandingan
adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak dapat menghasilkan teori
sendiri. Boleh dikatakan teori apapun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra
bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitiannya. Dalam beberapa
tulisan, sastra bandingan juga disebut sebagai studi atau kajian. Dalam langkah-langkah
yang dilakukannya, metode perbandingan adalah yang utama.
Sastra Bandingan dan Sastra Dunia
Menurut Hutomo (1993:6), sastra dunia adalah sastra
nasional yang diberi peluang meletakkan dirinya dalam lingkungan sastra dunia
dengan “fungsi” dan “kriteria” tertentu serta sejajar, atau duduk sama rendah
dan berdiri sama tinggi, dengan sastra nasional bangsa lain di dunia. Istilah
sastra dunia, sebenarnya, banyak berkaitan dengan istilah weltliteratur
yang dikumandangkan oleh pujangga Jerman, Goethe. Konsep Goethe lebih
mengarah pada world masterpieces, atau sastra agung dunia, dan bukan
karya sastra golongan teri. Dari sastra India, misalnya, kita dapat merujuk
pada epos Mahabarata dan Ramayana.
Menurut Darma (2004a:32), sastra dunia merupakan
sastra yang reputasi para sastrawannya dan karya-karyanya diakui secara
internasional. Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai karya besar dan
diakui secara internasional manakala karya sastra itu ditulis dengan bahasa
yang baik, dan dengan matlamat untuk menaikkan harkat dan derajat manusia
sebagai makhluk yang paling mulia. Pemikiran mengenai sastra dunia sangat
mempengaruhi konsep sastra bandingan, khususnya pada tahap-tahap awal.
Menurut Hutomo (1993:8—9), sastra bandingan berbeda
dengan sastra dunia. Perbedaan itu dapat dilihat dari sudut pandang ruang,
waktu, kualitas, dan intensitas. Hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut.
Sudut Pandang
|
Sastra Bandingan
|
Sastra Dunia
|
Ruang
|
Hubungan dua karya (pengarang) dari dua negara
|
Hubungan yang menyentuh seluruh dunia (biasanya
dunia barat)
|
Waktu
|
Boleh membandingkan sastra zaman apa saja (sastra
lama atau sastra baru)
|
Ketokohan karya dikaitkan dengan waktu kelahirannya.
Sastra mutakhir tidak termasuk kajian
|
Kualitas
|
Karya yang dipilih untuk dibandingkan tidak terikat
dengan kehebatannya (bermutu)
|
Hanya terbatas pada karya agung
|
Intensitas
|
Karya sastra yang belum terkenal dapat terangkat ke
atas sastra dunia
|
Menunggu hasil dari sastra bandingan
|
Sehubungan dengan intensitas, sebagaimana yang sudah
dijelaskan di tabel, maka sastra bandingan mempunyai tujuan sebagai berikut:
(1) untuk memperkokoh keuniversalan konsep-konsep keindahan universal dalam
sastra; (2) untuk menilai mutu sesuatu karya sastra sesuatu negara dengan
memperbandingkannya dengan mutu karya-karya dari negara-negara lain; dan (3)
untuk meningkatkan mutu keindahan karya sastra sesuatu negara dalam bandingan
dengan karya-karya sastra negara-negara di dunia.
Sastra bandingan juga berbeda dengan sastra nasional
dan sastra umum. Menurut Van Tieghem (dalam Hutomo, 1993:7), sastra nasional
hadir dalam satu lingkungan atau terbatas dalam satu negara, sastra bandingan
hadir di luar lingkungan atau melibatkan dua sastra yang berlainan, sedangkan
sastra umum hadir di atas lingkungan sejumlah negara yang lebih luas yang
dikelompokkan ke dalam unit-unit, misalnya sastra Eropa Barat, sastra Eropa
Timur, sastra Amerika Selatan, sastra Asia, dan lain-lain.
Perkembangan Sastra Bandingan
Sastra bandingan sebagai suatu disiplin ilmu mengalami
pasang surut. Stalknecht dan Frenz (dalam Weisstein, 1973:23), menyatakan bahwa
sastra bandingan adalah studi kesusastraan yang melebihi batas suatu negara,
dan studi hubungan antara kesusastraan di satu pihak, dan wilayah lainnya dari
pengetahuan dan kepercayaan, seperti seni, filsafat, sejarah, ilmu pengetahuan
sosial, ilmu pengetahuan alam, dan agama. Menurut aliran Perancis, karya sastra
yang dibandingkan adalah karya sastra yang berbeda bahasa. Sastra bandingan
mempunyai dua aliran, yaitu aliran Perancis dan aliran Amerika. Aliran Perancis
dipelopori oleh Paul van Tieghem, Jean Marie Carre, dan Marius Francois Guyard,
sedangkan aliran Amerika dipelopori oleh Sekolah Amerika.
Perbedaan yang mencolok antara aliran Perancis dan
Amerika terletak pada objek kajiannya. Aliran Amerika di samping membandingkan
secara sistematik karya sastra dari dua negara yang berlainan seperti halnya
aliran Perancis, juga membandingkan sastra dengan ilmu tertentu seperti
sejarah, politik, ekonomi, seni lukis, seni musik, arsitektur, agama, dan
lain-lain (Hutomo, 1993:3). Aliran Amerika lebih luas jangkauannya daripada
aliran Perancis, karena aliran Amerika dapat membandingkan karya sastra dengan
seni dan disiplin ilmu yang lain.
Pengertian bahwa bahasa merupakan perbedaan pokok
dalam kajian sastra bandingan merupakan prinsip yang paling luas diterima
(Bassnett, 1993:29). Namun apabila berpegang pada kaidah bahasa, banyak bahasa
di beberapa negara yang sama, seperi bahasa Inggris, bahasa Melayu, bahasa
Arab, dan bahasa yang lain menjadi bahasa nasional di beberapa negara. Oleh
karena itu, perbedaan bahasa dalam perkembangan sastra bandingan tidak menjadi
kaidah utama. Basnett (1993:44), menyatakan dalam dunia yang tindak tuturnya
bahasa Inggris, utamanya, tidak lagi sesuai untuk menekankan perbedaan bahasa
sebagai prasyarat untuk membandingkan kesusastraan, karena semakin banyak
pembaca yang dapat memahami bahasa klasik hanya dalam terjemahan dan penguasaan
bahasa modern yang semakin berkurang.
Kajian sastra bandingan aliran Amerika terdiri atas
tiga bandingan utama, yaitu hubungan bentuk dengan kandungan, pengaruh, dan
sintesis (Gaither, 1990:138). Hubungan bentuk dan kandungan, pengaruh dan
sintesis terjadi dalam beberapa karya seni. Hubungan itu seperti terjadi antara
novel dan film yang diangkat dari sebuah novel.
Apabila dikaji lebih jauh, tidak setiap kajian sastra
antar bangsa disebut kajian sastra bandingan. Kajian antara novel Pramoedya
Ananta Toer dengan novel Arenawati dari Malaysia, tidak dapat dikatakan kajian
sastra bandingan kalau hanya sekadar membandingkan, tanpa adanya alasan
tertentu. Untuk disebut sebagai studi sastra bandingan, kajian itu harus
memenuhi syarat tertentu. Abas (1994:74), menyatakan bahwa kesusastraan
bandingan mengkaji secara sistematik karya sastra sebuah negara dengan karya
sastra negara lain, biasanya yang dibandingkan adalah karya-karya yang sejenis
atau tipa. Pengertian sejenis atau tipa tidak identik dengan
genre. Dalam kajian sastra bandingan antara karya sastra yang dibandingkan di
samping dari negara yang berbeda, harus ada benang merah yang menghubungkan
antara kedua karya sastra itu.
Kajian sastra bandingan dapat menerapkan berbagai
sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip kajian sastra bandingan.
Menurut Remak (1990:12), setiap objek kajian bandingan mempunyai pendekatan
yang dianggap paling sesuai dan paling efektif. Sastra bandingan tidak
meletakkan sesuatu metodologi kajian dengan disiplin ilmu tertentu. Weisstein
(1990:196) menyatakan bahwa pengkajian genre dalam sastra bandingan merupakan
kajian yang berfaedah. Kajian ini sebaiknya melalui kajian sejarah dan
perspektif kritikal untuk mendapatkan bahan yang sistematis.
Menurut Sutarto (2012:78—82), telaah sastra bandingan
sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sejarah sastra, karena sastra berbicara
tentang perjalanan perasaan dan pikiran manusia dari zaman ke zaman, dan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam telaah sastra bandingan, yaitu:
- Suatu penilaian terhadap karya sastra hendaknya tidak lepas dari jati diri penciptanya
- Telaah sastra bandingan harus menguak kenyataan, wawasan tentang manusia, budaya, martabat nilai lokal, dan semangat zaman yang dibangun oleh masyarakat Timur sebagai masyarakat yang memiliki hak untuk menjaga warisan budaya mereka
- Dalam disiplin sastra bandingan hendaknya dihindari kegiatan pembacaan jauh agar penelaah memperoleh hasil yang prima.
- Perbandingan karya-karya sastra yang terpisah dari keseluruhan sastra nasionalnya masing-masing cenderung menjadi dangkal karena telaah semacam itu hanya terbatas kepada pembicaraan tentang pengaruh, sumber, reputasi, dan ketenaran
- Telaah sastra bandingan hendaknya tidak memasukkan secara mentah-mentah konsep multikulturalisme ala Barat karena pemahaman tentang “the other” seringkali harus bertabrakkan dengan metanarasi yang dipegang teguh sebagai rujukan oleh masyarakat Timur.
Fokus dan Objek Kajian Sastra Bandingan
Clements (1978:7) menentukan lima pendekatan yang bisa
dipergunakan dalam penelitian sastra bandingan, yakni: (1) tema atau mitos; (2)
genre atau bentuk; (3) gerakan atau zaman; (4) hubungan-hubungan antara sastra
dan bidang seni dengan disiplin ilmu lainnya; dan (5) pelibatan sastra sebagai
bahan bagi perkembangan teori yang terus-menerus bergulir. Berbeda dengan
Clements, Jost (1974:33) membagi-bagi pendekatan dalam sastra bandingan menjadi
empat bidang, yakni: (1) pengaruh dan analogi; (2) gerakan dan kecenderungan;
(3) genre dan bentuk; serta (4) motif, tipe, dan tema.
Menurut Awang (1994: 58) ada lima aspek yang digunakan
dalam kajian bandingan. Kelima aspek itu diantaranya: (1) kritikan dan teori
kesusastraan; (2) gerakan kesusastraan; (3) kajian tema; (4) kajian bentuk dan
jenis sastra; dan (5) hubungan sastra dengan ilmu-ilmu yang lain. Berbeda
dengan Awang, Abas (1994: 72) menyatakan bahwa di dalam kajian bandingan itu
yang dibandingkan adalah ciri-ciri keindahan yang terdapat dalam berbagai aspek
sastra, seperti tema, jalan cerita (fabula), plot, perwatakan, latar,
masa, uraian dan ceritaan, metra, dan sebagainya.
Aldridge (dalam Yahya, 1988:110—111), mengemukakan
lima kategori kajian sasra bandingan. Pertama, tentang kritikan dan
teori kesusastraan. Kedua, pergerakan dan perkembangan kesusastraan. Ketiga,
tema hasil sastra yang merupakan pendedahan tentang manusia dan ide-ide abstrak
yang dipancarkan dalam pelbagai bentuk dan dari beberapa sudut dalam karya
sastra beberapa negara. Keempat, perbandingan bentuk-bentuk sastra atau
genre yang bermaksud sebagai sastra bandingan. Kelima, pengkajian
hubungan antara hasil-hasil kesusastraan.
Model kajian alternatif sastra bandingan muncul dari
luar Eropa, dengan parameter yang berubah. Menurut Bassnett (1993:41), model
kajian sastra bandingan yang bukan model Eropa bertitik tolak dari agenda yang
berbeda dari kesusastraan bandingan Barat. Model sastra bandingan pasca Eropa,
model yang mempertimbangkan persoalan penting identitas budaya, ukuran sastra,
implikasi politik terhadap pengaruh budaya, pembagian periode dan sejarah
sastra, dan menolak suatu yang tidak ada kaitannya dengan sejarah yang menjadi
pegangan aliran Amerika dan pendekatan formalis. Ketiga model kajian bandingan
itu dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
No
|
Owen Aldridge
|
Hasim Awang
|
Susan Bassnett
|
1
|
Kritikan dan teori kesusasteraan
|
Kritikan dan teori kesusastraan
|
Budaya
|
2
|
Pergerakan dan perkembangan kesusasteraan
|
Gerakan kesusastraan
|
Ukuran sastra
|
3
|
Tema hasil sastra yang dipancarkan dalam pelbagai
bentuk dan dari beberapa sudut dalam karya sastra beberapa negara
|
Kajian tema
|
Implikasi politik terhadap pengaruh budaya
|
4
|
Perbandingan bentuk-bentuk sastra atau genre
|
Kajian bentuk atau genre sastra
|
Pembagian periode sejarah sastra
|
5
|
Hubungan antara hasil-hasil kesusastraan
|
Hubungan sastra dengan ilmu-ilmu yang berhubungan
|
Menolak suatu yang tidak ada kaitannya dengan
sejarah
|
Pendapat Aldridge dan Awang tentang model kajian
sastra bandingan sesuai dengan tabel di atas ternyata tidak ada perbedaan.
Masing-masing membagi menjadi lima wilayah dengan kajian yang sama. Perbedaan
hanya terjadi pada model Susan Bassnett. Model Susan Bassnett adalah model
perbandingan pasca Eropa. Saman (1986:8—9), mengemukakan lima aspek kajian
sastra bandingan yang mirip dengan yang dikemukakan Owen Aldridge.
Unsur-unsur yang dibandingkan menurut Saman sebagai berikut:
- Kritikan dan teori sastera
- Gerakan kesusasteraan
- Kajian tema
- Kajian bentuk (genre)
- Hubungan kesusasteraan dengan: sejarahnya, sejarah falsafah, kesan perubahannya, sumber dan pengaruh, masyarakat, disiplin sains, dan disiplin seni yang lain.
Ruang lingkup dan fokus kajian sastra bandingan cukup
luas sekali. Menurut Hutomo (1993: 7—10), fokus kajian sastra bandingan
diantaranya:
- Membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang bahasanya benar-benar berbeda
- Membandingkan dari dua negara yang berbeda dalam bahasa yang sama, baik dalam situasi yang benar-benar sama maupun dalam bentuk dialek
- Membandingkan karya awal seorang pengarang di negara asalnya dengan karya setelah berpindah kewarganegaraannya
- Membandingkan karya seorang pengarang yang telah menjadi warga suatu negara tertentu dengan karya seorang pengarang dari negara lain
- Membandingkan karya seorang pengarang Indonesia dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia
- Membandingkan dua karya sastra dari dua orang pengarang berwarga negara Indonesia yang menulis dalam bahasa asing yang berbeda
- Membandingkan karya sastra seorang pengarang yang berwarga negara asing di suatu negara dengan karya pengarang dari negara yang ditinggalinya (kedua karya sastra ini ditulis dalam bahasa yang sama)
Sesuai dengan pendapat Hutomo di atas, menunjukkan
bahwa sastra bandingan telah mengalami perkembangan dari konsep yang
dikemukakan oleh aliran Perancis. Sastra bandingan tidak harus membandingkan
karya dua pengarang dari negara yang berbeda, tetapi dapat membandingkan dua
karya sastra yang ditulis oleh pengarang dalam satu negara, asalkan bahasa yang
dipergunakan berbeda. Abdullah (1994:x) menyatakan bahwa kajian sastra
bandingan akan memperlihatkan pengaruhnya apabila menghubungkaitkan tradisi
kajian yang nasionalistis dengan kesusastraan tetangga terdapat dengan pelbagai
aspek. Kajian dapat dilakukan pada unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya.
Menurut Endraswara (2011:95) ruang lingkup sastra
bandingan lebih luas daripada ruang lingkup sastra nasional, baik secara aspek
geografis mupun bidang penelitiannya. Sastra bandingan dapat dikatakan sebagai
suatu penelitian yang mencangkup bandingan karya-karya sastra, dari sastra
nasional yang belum terkenal hingga karya-karya agung, hubungan karya sastra
dengan pengetahuan, agama atau kepercayaan, karya-karya seni, pembicaraan
mengenaai teori, sejarah, dan kritik sastra. Penelitian sastra bandingan
berangkat dari asumsi dasar bahwa karya sastra tidak mungkin terlepas
dari karya-karya sastra yang pernah ditulis sebelumnya. Bisa dikatakan bahwa
dalam penelitian sastra bandingan itu tidak mungkin dilepaskan dari adanya
unsur kesejarahannya. Hal ini juga diperkuat oleh Jant Brand Cortius
(Endraswara, 2011: 20) bahwa karya sastra merupakan wujud paket himpunan
karya-karya sebelumnya. Hal ini juga mirip dengan pendapat dari Julia Kristeva
bahwa karya sastra merupakan barisan teks. Kedua pendapat ini menguatkan asumsi
bahwa hampir sulit menemukan karya-karya yang benar-benar murni atau steril.
Oleh sebab itu, pemahaman terhadap sebuah karya sastra pun harus diperhatikan
dengan mempertimbangkan unsur kesejarahan dalam kreativitas sastra.
Sifat Kajian Sastra Bandingan
Menurut Kasim (1996:17—18), kajian sastra bandingan
mempunyai empat sifat. Keempat sifat itu diantaranya: (1) kajian bersifat
komparatif; (2) kajian bersifat historis; (3) kajian bersifat teoretis; dan (4)
kajian bersifat antar disiplin.
- Kajian bersifat Komparatif Kajian bersifat komparatif menitikberatkan pada penelaahan teks karya sastra yang dibandingkan, seperti studi pengaruh dan afinitas. Kajian bersifat komparatif merupakan titik awal munculnya sastra bandingan. Kajian ini dipandang sebagai kajian terpenting dalam sastra bandingan. Kajian bersifat komparatif dapat berbentuk kajian pengaruh maupun kajian kesamaan. Kajian yang bersifat komparatif juga dapat mencakup kajian mengenai tema maupun kajian genre.
- Kajian bersifat historis Kajian bersifat historis memusatkan perhatian pada nilai-nilai historis yang melatarbelakangi antara karya sastra dengan karya sastra lainnya atau antar satu kesusastraan dengan kesusastraan lain, atau suatu karya sastra dengan masalah sosial dan filsafat. Kajian ini dapat berupa masuknya suatu pemikiran, aliran, teori kritik sastra, ataupun genre masuknya genre sastra dari suatu negara ke negara lain.
- Kajian bersifat teoretis Kajian bersifat teoretis adalah kajian pada bidang konsep, kriteria, batasan, atau aturan-aturan dalam berbagai bidang kesusastraan. Misalnya konsep mengenai aliran, genre, bentuk, teori, ataupun kritik sastra. Kajian bersifat teoretis tidak menyentuh kajian sastra darimana pun.
- Kajian bersifat antar disiplin Di dalam kajian yang bersifat antar disiplin merupakan kajian yang cenderung berfokus pada aliran Amerika. Kajian ini membandingkan antara karya sastra dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, agama, dan seni yang lain. Karena luasnya ruang lingkup kajian ini, diperlukan pengetahuan yang luas pula untuk melakukan kajian. Fokus pembicaraan tetap pada karya sastra. Materi non sastra sebagai pembanding dipakai sebagai bantuan untuk memperjelas makna dari suatu karya sastra atau untuk mengetahui dasar pemikiran penulisnya.
Kajian Pengaruh dalam Sastra Bandingan
Kajian bandingan merupakan kajian antara dua karya
sastra yang dibatasi oleh beberapa ketentuan seperti negara, bangsa, dan
bahasa. Salah satu titik terpenting dalam kajian sastra bandingan adalah
pengaruh. Menurut Saman (1994:98) kajian pengaruh dalam kesusastraan bandingan
melakukan kerja membandingkan bahasa bacaan antara yang sedang dihadapi dengan
segala bacaan yang telah silam. Dengan demikian, kajian pengaruh dalam sastra
bandingan harus membandingkan dua karya sastra atau lebih dengan kurun waktu
penulisan dan penerbitan dalam tenggang waktu yang cukup lama. Studi pengaruh
dalam sastra bandingan tidak dapat membandingkan dua karya sastra dalam waktu
penciptaan dan penerbitan dengan waktu yang sama.
Menurut Mahayana (1995a:213) kajian pengaruh yang
mempengaruhi dunia sastra merupakan hal yang wajar. Adanya kesamaan tema, gaya,
maupun bentuk pada dua karya sastra, mungkin hanya akibat pengaruh karya sastra
yang satu terhadap karya yang lain. Tetapi dengan ini tidak harus mutlak
demikian. Boleh jadi kesamaan itu suatu kebetulan saja. Kemunculannya pun bisa
pada saat yang bersamaan atau dalam kurun waktu yang berbeda. Dengan demikian,
bisa jadi terjadi kemiripan antara karya sastra di suatu negara dan karya
sastra di negara lain. kemiripan tersebut bisa dikaji dengan kajian sastra
bandingan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Mahayana (1995b:61;
2006:275) yang menyatakan bahwa membandingkan dua karya sastra atau lebih dari
sedikitnya dua negara yang berbeda, dalam studi sastra, termasuk ke dalam
wilayah sastra bandingan. Yang penting di dalam sastra bandingan syaratnya
harus ada karya yang dibandingkan dan setidak-tidaknya mempunyai tiga perbedaan
bahasa, wilayah, dan politik. Dari perbedaan inilah paling sedikit akan
tersimpul bahwa perbedaan latar belakang sosial budaya yang melingkari diri
masing-masing pengarang, akan tercermin di dalam karya sastra yang
dihasilkannya.
Pengaruh di dalam sastra bandingan termasuk ke dalam
kajian dengan menggunakan pendekatan genetik. Menurut Aziz (2001:16),
pendekatan genetik atau geneologi membuat perbandingan terhadap karya-karya
sastra berasaskan genre. Perbandingan dilakukan antara dua buah karya ataupun
sekelompok karya untuk melihat persamaan dan perbedaan yang wujud berdasarkan
genre. Lubis (1994:37) membagi pendekatan genetik ke dalam lima aspek, yaitu:
(1) pengaruh; (2) saduran (adaptasi); (3) jiplakan (plagiat); (4) peniruan
(imitasi); dan (5) terjemahan. Di antara kelima aspek itu yang agak sulit
dipisahkan yaitu antara peniruan dan pengaruh. Untuk menilai suatu karya sastra
meniru atau mendapatkan pengaruh sebenarnya yang paling tahu adalah
pengarangnya sendiri, karena batas antara peniruan dan pengaruh adalah unsur
kesengajaan dan ketidaksengajaan. Peniruan dilakukan dengan sengaja, sedangkan
pengaruh dilakukan secara tidak sengaja. Namun, jarang pengarang yang secara
jujur mengakui bahwa karya ciptaannya meniru atau terpengaruh.
Menurut Blok (Saman, 1994:95) kajian pengaruh
merupakan kajian yang penting dalam sastra bandingan. Blok mengatakan bahwa
pengaruh dapat diuraikan menjadi beberapa bagian, di antaranya: (1) merupakan
bagian dari seni atau kreatifitas seni, menggunakan masa silam sebagai
inspirasi; (2) faktor hubungan dan keterkaitan pengarang dengan pengarang; (3)
sesuatu yang tidak disengaja; (4) merupakan sumber proses penciptaan; dan (5)
merupakan interaksi estetik, dan tidak mudah dilihat dengan mata kasar.
Menurut Hosilos (2001:16), pengaruh tidak langsung
terlihat dalam karya seorang pengarang, karena jalinannya yang halus ke dalam
bentuk, stail, tema, dan unsur seni. Untuk karya-karya pengarang yang belum
dapat menghasilkan mutu karangan yang baik, pengaruh cenderung sebagai
peniruan, dan mempunyai banyak kemiripan pada karya yang di tiru. Pengaruh
berbeda dengan peniruan. Pengaruh adalah kesan yang ditangkap seseorang tentang
adanya keterkaitan suatu karya dengan karya lain dari pengarang atau penyair
yang berbeda. Sedangkan peniruan adalah mengambil suatu karya sastra sebagai
contoh (model) untuk mencipta karya yang lain.
Pada umumnya jika kita melihat praktik sastra
bandingan baik di negara Timur maupun di negara Barat, studi sastra bandingan
menurut Hutomo (1993:11—12) melandaskan diri pada 3 hal yaitu: (1) afinitas,
yaitu keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman) karya sastra, misalnya
unsur struktur, gaya, tema, mood (suasana yang terkandung dalam karya sastra)
dan lain-lain, yang dijadikan bahan penulisan karya sastra; (2) tradisi, yaitu
unsur yang berkaitan dengan kesejarahan penciptaan karya sastra; dan (3)
pengaruh. Menurut Haskel Block (dalam Hutomo, 1993:13), pengaruh merupakan hal
yang penting dan ia dapat disamakan dengan metodologi studi sastra bandingan
sendiri, sebab ia menyangkut sumber-sumber inspirasi pengarang, hubungan antar
pengarang, dan lain-lain.
Hutomo (1993:13) menyatakan bahwa untuk studi pengaruh
perlu memahami teori intertekstualitas. Karya sastra menyimpan berbagai teks di
dalamnya, atau merupakan serapan/hasil transformasi dari teks lain. Hal ini
dibenarkan Kristeva (dalam Junus, 1996:120) bahwa hubungan intertekstual bukan hanya
berupa rujukan dengan teks lain, tetapi merupakan penyerapan atau transformasi.
Adanya teks atau karya sastra yang ditransformasikan dalam penulisan karya
sesudahnya menjadi fokus utama dalam mengkaji dengan menggunakan kajian
intertekstualitas. Menurut Kristeva (dalam Hutomo, 1993: 13—14), teori
intertekstualitas mempunyai kaidah dan prinsip sebagai berikut:
- Pada hakikatnya sebuah teks itu mengandung berbagai teks
- Studi intertekstualitas itu adalah menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik teks
- Studi intertekstualitas itu mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik teks yang disesuaikan dengan fungsi teks di masyarakat
- Dalam kaitan dengan proses kreatif pengarang, kehadiran sebuah teks itu sebenarnya merupakan hasil yang diperoleh dari teks-teks lain
- Dalam kaitan studi intertekstualitas, pengertian teks (sastra) janganlah ditafsirkan terbatas pada bahan sastra, tetapi harus mencakup seluruh unsur teks, termasuk bahasa
Hipogram adalah unsur cerita (baik berupa ide,
kalimat, ungkapan, peristiwa, dll) yang terdapat di dalam suatu teks sastra
pendahulu yang kemudian dijadikan model, acuan, atau latar teks yang lahir
kemudian (teks sastra yang dipengaruhinya) (Hutomo, 1993:14). Jika menggunakan
teori interteks harus memahami makna hipogram. Menurut Rifaterre (dalam Hutomo,
1993:14) hipogram dapat berupa:
- Ekspansi, yakni perluasan atau pengembangan hipogram
- Konversi, yakni berupa pemutarbalikan hipogram
- Modifikasi, yakni manipulasi kata dan kalimat atau manipulasi tokoh dan plot cerita
- Ekserp, yakni intisari dari hipogram
Kajian Terjemahan
Menurut Bassnet (1999:138), hubungan antara
kesusasteraan bandingan dengan kajian terjemahan merupakan suatu hubungan yang
kompleks dan banyak masalah. Terjemahan cenderung dianggap sebagai suatu hubungan
yang lemah, sebagai kegiatan yang hanya melibatkan bakat yang kecil dan sedikit
daya kreatif, sebagai kajian yang dapat dilakukan oleh orang yang kurang
berbakat tetapi terlatih. Menurut Damono (2009:106), terjemahan merupakan
tafsir bangsa tertentu di suatu zaman tertentu terhadap karya sastra milik
bangsa lain di zaman tertentu pula. Orang Perancis menganggap terjemahan
sebagai pengkhianatan kreatif. Terjemahan menyebabkan karya sastra bertahan
hidup, karena diterjemahkannya karya sastra mengalami kehidupan keduaan (second
existence).
Secara garis besar, terjemahan karya sastra dapat
dibagi menjadi dua. Pertama, terjemahan sastra kreatif, adalah
terjemahan karya fiksi, seperti novel, puisi, cerpen, dan naskah drama. Kedua,
terjemahan sastra deskriptif, adalah terjemahan kesusastraan yang bersifat
ilmiah, seperti sejarah, teori, dan kritik. Pada dasarnya terjemahan karya
sastra kreatif lebih rumit dibanding dengan terjemahan karya sastra deskriptif,
karena laras bahasa kreatif berbeda dengan laras bahasa karya ilmiah. Mustahil
untuk mendapatkan terjemahan yang seratus persen tepat. Terjemahan karya sastra
hanya merupakan pemadanan yang paling hampir. Syarat seorang penerjemah,
diantaranya:
- Mahir dalam bahasa karya yang dikajinya
- Mahir dalam bahasa sasaran
- Memahami kebudayaan karya yang dikaji
- Memahami latar belakang pengarang yang dikajinya
- Menguasai ilmu terjemahan
Sulit menerjemahkan makna kebudayaan suatu bangsa.
Makna kebudayaan terdapat pada peribahasa, simbol, dan imej. Setiap bahasa
mempunyai ciri-ciri unik yang berbeda dengan bahasa yang lain. Orang Perancis
menganggap terjemahan sebagai trabison creatice. Penerjemahan merupakan
pengkhianatan kreatif. Penerjemahan dapat mempengaruhi karya yang
diterjemahkan. Kebudayaaan sasaran dapat berpengaruh dalam penerjemahan.
Penerjemahan sastra pada dasarnya adalah pengarang yang mencipta dengan
batasan, kungkungan, dan ikatan yang berasal dari karya yang diterjemahkan.
Terjemahan yang baik seolah-olah ditulis dalam bahasa sasaran.
Daftar Pustaka
Abas, Lutfi. 1994. “Beberapa Aspek Penting dalam
Kesusasteraan Bandingan” dalam Kesusasteraan Bandingan Sebagai Satu Disiplin.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Abdullah, Ahmad Kamal. 1994. Kesusastraan Bandingan
sebagai Suatu Disiplin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Aziz, Sohaimi Abdul. 2001. Kesusasteraan Bandingan:
Perkembangan Pendekatan Praktis. Kuala Lumpur: Utusan Publications &
Distributors Sdn Bhd.
Awang, Hasim. 1994. “Kesusasteraan Bandingan: Konsep
dan Falsafah” dalam Kesusasteraan Bandingan Sebagai Satu Disiplin. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Basnett, Susan. 1993. Comparative: a Critical
Introduction. Oxford: Blackwell.
Clement, Robert J. 1978. Comparative Literature as
Academic Discipline. New York: The Modern Language of America.
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian
Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
. 2009. Sastra Bandingan: Pengantar Ringkas.
Depok: Editum.
Darma, Budi. 2003. “Kuliah Kesusastraan Bandingan
Mastera 2003: Anatomi Sastra Bandingan”. Disampaikan tanggal 6 Oktober 2003.
Kuala Lumpur: Dewan Seminar, Menara Dewan Bahasa dan Pustaka.
. 2004a. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa.
. 2004b. “Sastra Multikultural”. Makalah disampaikan
dalam PSN XIII (Pertemuan Sastrawan Nusantara XIII) di Surabaya, 27—30
September 2004.
. 2005. “Esai adalah sebuah Jendela Terbuka” dalam Jendela
Terbuka: Antologi Esai Mastera. Dendy Sugono dan Budi Darma (Editor).
Jakarta: Pusat Bahasa.
. 2007a. “Sastra Bandingan Menuju Masa Depan”. Dalam
Prosiding Seminar Kesusastraan Bandingan Antarbangsa 7—9 Juni 2007. Kuala
Lumpur: Persatuan Kesusastraan Bandingan Malaysia.
. 2007b. Bahasa, Sastra, dan Budi Darma. Djoko
Pitono (Editor). Surabaya: JP Books.
. 2011. “Sastra Dunia dan Sastra Indonesia”. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional peringatan Bulan Bahasa 2011 dengan tema Dari
Belajar Bahasa ke Mengajarkannya: Kisah Perjalanan Merintis Masa Depan
diselenggarakan oleh Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri
Surabaya pada tanggal 27 Oktober 2011.
Endraswara, Suwardi. 2011a. Metodologi Penelitian
Sastra Bandingan. Jakarta: Caps.
. 2011b. Sastra Bandingan: Pendekatan dan Teori
Pengkajian. Yogyakarta: Lumbung Ilmu.
Gaither, Mary. 1990. “Sastera dan Seni” dalam Sastera
Perbandingan: Kaedah dan Perspektif. Newton P. Stallknecht dan Horst Frenz
(Ed). Penerjemah Fatmah Zainal. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hosilos, Lucia V. 2001. Sfera Konsentrik dalam
Kesusastraan Bandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari:
Sastra dalam Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa.
Jost, Francois. 1974. Introduction to Comparative
Literature. New York: The Bobbs-Merril Companny.
Junus, Umar. 1996. Teori Moden Sastera dan
Permasalahan Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Kasim, Rajali. 1996. Sastra Bandingan: Ruang
Lingkup dan Metode. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Lubis, Muhamad Bukhori. 1994. “Pendekatan Genetik
dalam Kesusasteraan Bandingan: Beberapa Pengantar Awal” dalam Pengantar
Kesusasteraan Bandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mahayana, Maman S. 1995a. “Antara Godlob
Danarto dan Dajal Manasikana” dalam Kertas Kerja Seminar
Kesusasteraan Bandingan dengan Tema Kesusasteraan Melayu dan Kesusasteraan
Dunia: Suatu Pertembungan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
. 1995b. Kesusastraan Malaysia Modern. Jakarta:
PT Dunia Pustaka Jaya.
. 2006. Bermain dengan Cerpen: Apresiasi dan Kritik
Cerpen Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rejo, Uman. 2011a. “Sejarah dan Teori Sastra
Bandingan” dimuat dalam Web. Jendela Sastra Indonesia.
. 2011b.“Afinitas Cerita Penangkapan Raden Soekra
dalam Babad Tanah Jawi dengan Puisi Penangkapan Sukra Karya Goenawan Muhamad:
Perspektif Sastra Bandingan” dimuat dalam Web. Horison Online.
. 2012a. “Perbandingan Novel Sitti Nurbaya
Karya Marah Rusli dengan Terbenamnya Matahari Karya Muslim Burmat
(Kajian Sastra Bandingan)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya.
. 2012b.“Antara Sitti Nurbaya Marah Rusli
dengan Terbenamnya Matahari Muslim Burmat: Kajian Sastra Bandingan”
dimuat dalam buku Prosiding Seminar Nasional: Wacana Bahasa dan Sastra
Bandingan sebagai Khasanah Nusantara. Suci Suryani (Editor). Surabaya: CV
Putra Media Nusantara bekerjasama dengan Program Studi Sastra Inggris Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura.
. 2012c. “Perlukah Teori Sastera dalam Apresiasi?”
dimuat dalam MajalahBahana Edisi Julai 2012 No. 356 Jilid 47 ISSN
0005-3988 diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam halaman
35—38.
Remak, Henry H.H. 1990. “Sastera Bandingan: Takrif dan
Fungsi” dalam Sastera Perbandingan: Kaedah dan Perspektif. Newton P.
Stallknecht dan Horst Frenz (Ed). Penerjemah Zalila Sharif. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Saman, Sahlan Mohd. 1986. Sastera Bandingan:
Konsep, Teori, dan Amalan. Petaling Jaya: Fajar Bakti Sdn. Bhd.
. 1994. “Gejala Pengaruh dalam Disiplin Kesusasteraan
Bandingan” dalam Kesusasteraan Bandingan Suatu Disiplin. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Sutarto, Ayu. 2012. Sastra Bandingan dan Sejarah
Sastra. Jember: Fakultas Sastra Jember bekerjasama dengan Mastera dan Dewan
Bahasa dan Pustaka Malaysia.
Weisstein, Ulrich. 1973. Comparative Literature and
Liteary Theory. Translated by William Riggan. Bloomington: Indiana
University Press.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori
Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
Yahya, Hamdan. 1988. “Kesusasteraan Bandingan:
Beberapa Skop Kesusasteraan Bandingan dari Perspektif Sejarah” dalam Konsep
dan Pendekatan Sastra. Hamzah Hamdani (Editor). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka.
January 05, 2018
0 comments:
Post a Comment