Islam
masuk di Kabupaten Soppeng pada tahun 1609 pada masa Datu Soppeng ke XIV BEOWE. Datuk Ribandang bersama seorang bangsa Arab yang bernama Syekh Abdul Madjid bin Syadiq al Khahar.
Awal perjalanan beliau menuju ke Aceh, kemudian melanjutkan ke Kutai Kartanegara.
Disana beliau bertemu sahabatnya Yusuf
Fatahillah, mereka pun berangkat ke tanah Jawa bersama-sama. Disana mereka
bertemu Sunan Giri bersama muridnya
yaitu Sultan Makmur yang terkenal
dengan gelar Datuk Ribandang. Atas
ajakan Datuk Ribandang, mereka
melanjutkan perjalanan ke kerajaan Gowa dan bertemu Datuk Tiro dan Datuk Fatimang.
Datuk Ribandang melanjutkan
perjalanan ke kerajaan Luwu bersama Datuk
Fatimang dan Syekh Abdul Madjid, Datuk Fatimang tinggal di kerajaan Luwu
untuk mengajarkan agama islam di Wanua
Sawe Rigading. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke kerajaan Ajang
Tappareng. Selanjutnya ke kerajaan Soppeng sebagai tujuan utama beliau bersama Datuk Ribandang. Dengan senang hati Datu soppeng, menerima rombongan Datuk Ribandang setelah mereka
menyampaikan maksud kedatangannya yang disaksikan oleh pemangku adat. Dengan
kearifan Syekh Abdul Madjid
menyampaikan ajaran agama Islam melalui tatanan adat mereka. Datu soppeng
bersama pemangku adat dapat menerima ajaran agama islam dan memeluk agama islam
dengan mengucapkan kalimat Syahadat dihadapan Khatib tunggal sebagai saksi dari
kerajaan Gowa yang di tuntun oleh Syekh
Abdul Madjid bin Syadiq Al Kahar. Maka berbunyilah gendang di istana Datu Soppeng disertai teriakan Allahu
Akbar oleh rombongan Datuk Ribandang.
Maka Datu Soppeng BEOWE XIV secara
resmi memeluk agama Islam dengan gelar Petta Mula Sellenge. Datuk Ribandang memberikan amanat kepada
Datu Soppeng agar memberikan
bantuannya kepada khalifah Syekh Abdul Madjid
dalam menyiarkan agama Islam. Syekh Abdul
Madjid bermukim disebelah barat kota
Watansoppeng, ± 5 km dari ibu kota Watansoppeng sebelah selatan Gunung Dua.
Disanalah beliau dimakamkan dengan nama kebesarannya Tuan Uddungeng.
Dikatakan
sebagai budaya karena datang berziarah kemakam Tuan Uddungeng merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebagian masyarakat Soppeng ataupun diluarnya yang
meyakini itu dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pelaku dari kebudayaan
tersebut adalah para orang tua kemudian diwariskan kepada anak cucunya. Tidak
sembarang orang yang dapat masuk dipemakaman teresebut. Kita harus benar-benar
bersih. Sebelum masuk kepemakaman, kita harus berwudhu disumur dekat pemakaman
tersebut. Konon katanya, sumur tersebut ada karena pada masa itu Soppeng pernah
mengalami musim kemarau panjang. Bertemulah Datuk
Ribandang dan Datu Soppeng
membicarakan bagaimana agar sesegera mungkin mendapatkan sumber air. Kemudian
seketika itu Datu Soppeng menghentakkan tongkatnya ketanah, lalu muncul sebuah
titik mata air yang kemudian dijadikan sumur dan digunakan hingga sekarang.
Orang-orang yang datang berziarah dimakam itupun tidak sedikit yang mengambil
dan membawa pulang air tersebut untuk mereka jadikan obat. Didalam area
pemakaman, terdapat sekitar 23 jumlah pemakaman diantaranya pemakaman Syekh Abdul Madjid itu sendiri,
istrinya, Raja Leworeng, dan selebihnya adalah keluarga bangsawan.
Orang-orang
yang datang berziarah kemakam Tuan
Uddungeng tidak hanya berziarah seperti ziarah biasanya. Umumnya mereka
membawa sesajian, biasanya juga ada yang menyembelih kambing, ayam, atau sapi
ditempat pemakaman itu. Sebelum Sesajian itu dimakan, mereka terlebih dahulu
melakukan sebuah ritual. Ritual yang dimaksud bukan berupa penyembahan selain
Allah, karena mungkin banyak yang mengartikan salah ritual tersebut, ritual
tersebut dilakukan hanya sebagai pelepas nadzar. Biasanya pemakaman Tuan Uddungeng ramai dikunjungi pada
waktu-waktu tertentu saja. Hanya pada waktu Musim Haji, Sesudah Hari Raya,
sesudah musim panen, dan waktu-waktu tertentu lainnya seperti ketika ada
keluarga yang melaksanakan pesta pernikahan kemudian keluarga dari yang
melaksanakan pesta bernadzar akan datang berziarah kemakam Tuan Uddungeng setelah acara pernikahannya selesai dilaksanakan. Adapula
dari mereka yang datang karena memimpikan tempat pemakaman Tuan Uddungeng tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
yang sedang sakit dan sudah berobat kemana-mana namun belum juga sembuh.
Namun,
satu hal yang perlu kita ketahui bersama bahwa makam Tuan Uddungeng tersebut bukanlah sebagai tempat penyembah berhala.
Karena tidak ada yang patut kita sembah selain Allah. Narasumberpun selalu
menegaskan demikian kepada orang-orang yang datang berkunjung kepemakaman Tuan Uddungeng
tersebut.
January 06, 2018
Orang orang tua dulu biasa berziarah ke makam Tuan Uddungeng.
ReplyDelete