Saturday, January 6, 2018

Budaya Berziarah Dipemakaman Tuan Uddungeng di Kabupaten Soppeng

Posted by with 1 comment
Islam masuk di Kabupaten Soppeng pada tahun 1609 pada masa Datu Soppeng ke XIV BEOWE. Datuk Ribandang bersama seorang bangsa Arab yang bernama Syekh Abdul Madjid bin Syadiq al Khahar. Awal perjalanan beliau menuju ke Aceh, kemudian melanjutkan ke Kutai Kartanegara. Disana beliau bertemu sahabatnya Yusuf Fatahillah, mereka pun berangkat ke tanah Jawa bersama-sama. Disana mereka bertemu Sunan Giri bersama muridnya yaitu Sultan Makmur yang terkenal dengan gelar Datuk Ribandang. Atas ajakan Datuk Ribandang, mereka melanjutkan perjalanan ke kerajaan Gowa dan bertemu Datuk Tiro dan Datuk Fatimang. Datuk Ribandang melanjutkan perjalanan ke kerajaan Luwu bersama Datuk Fatimang dan Syekh Abdul Madjid, Datuk Fatimang tinggal di kerajaan Luwu untuk mengajarkan agama islam di Wanua Sawe Rigading. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke kerajaan Ajang Tappareng. Selanjutnya ke kerajaan Soppeng sebagai tujuan utama beliau bersama Datuk Ribandang. Dengan senang hati Datu soppeng, menerima rombongan Datuk Ribandang setelah mereka menyampaikan maksud kedatangannya yang disaksikan oleh pemangku adat. Dengan kearifan Syekh Abdul Madjid menyampaikan ajaran agama Islam melalui tatanan adat mereka. Datu soppeng bersama pemangku adat dapat menerima ajaran agama islam dan memeluk agama islam dengan mengucapkan kalimat Syahadat dihadapan Khatib tunggal sebagai saksi dari kerajaan Gowa yang di tuntun oleh Syekh Abdul Madjid bin Syadiq Al Kahar. Maka berbunyilah gendang di istana Datu Soppeng disertai teriakan Allahu Akbar oleh rombongan Datuk Ribandang. Maka Datu Soppeng BEOWE XIV secara resmi memeluk agama Islam dengan gelar Petta Mula Sellenge. Datuk Ribandang memberikan amanat kepada Datu Soppeng agar memberikan bantuannya kepada khalifah Syekh Abdul Madjid dalam menyiarkan agama Islam. Syekh Abdul Madjid bermukim  disebelah barat kota Watansoppeng, ± 5 km dari ibu kota Watansoppeng sebelah selatan Gunung Dua. Disanalah beliau dimakamkan dengan nama kebesarannya Tuan Uddungeng.
Dikatakan sebagai budaya karena datang berziarah kemakam Tuan Uddungeng merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebagian masyarakat Soppeng ataupun diluarnya yang meyakini itu dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pelaku dari kebudayaan tersebut adalah para orang tua kemudian diwariskan kepada anak cucunya. Tidak sembarang orang yang dapat masuk dipemakaman teresebut. Kita harus benar-benar bersih. Sebelum masuk kepemakaman, kita harus berwudhu disumur dekat pemakaman tersebut. Konon katanya, sumur tersebut ada karena pada masa itu Soppeng pernah mengalami musim kemarau panjang. Bertemulah Datuk Ribandang dan Datu Soppeng membicarakan bagaimana agar sesegera mungkin mendapatkan sumber air. Kemudian seketika itu Datu Soppeng menghentakkan tongkatnya ketanah, lalu muncul sebuah titik mata air yang kemudian dijadikan sumur dan digunakan hingga sekarang. Orang-orang yang datang berziarah dimakam itupun tidak sedikit yang mengambil dan membawa pulang air tersebut untuk mereka jadikan obat. Didalam area pemakaman, terdapat sekitar 23 jumlah pemakaman diantaranya pemakaman Syekh Abdul Madjid itu sendiri, istrinya, Raja Leworeng, dan selebihnya adalah keluarga bangsawan.
Orang-orang yang datang berziarah kemakam Tuan Uddungeng tidak hanya berziarah seperti ziarah biasanya. Umumnya mereka membawa sesajian, biasanya juga ada yang menyembelih kambing, ayam, atau sapi ditempat pemakaman itu. Sebelum Sesajian itu dimakan, mereka terlebih dahulu melakukan sebuah ritual. Ritual yang dimaksud bukan berupa penyembahan selain Allah, karena mungkin banyak yang mengartikan salah ritual tersebut, ritual tersebut dilakukan hanya sebagai pelepas nadzar. Biasanya pemakaman Tuan Uddungeng ramai dikunjungi pada waktu-waktu tertentu saja. Hanya pada waktu Musim Haji, Sesudah Hari Raya, sesudah musim panen, dan waktu-waktu tertentu lainnya seperti ketika ada keluarga yang melaksanakan pesta pernikahan kemudian keluarga dari yang melaksanakan pesta bernadzar akan datang berziarah kemakam Tuan Uddungeng setelah acara pernikahannya selesai dilaksanakan. Adapula dari mereka yang datang karena memimpikan tempat pemakaman Tuan Uddungeng tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang sedang sakit dan sudah berobat kemana-mana namun belum juga sembuh.
Namun, satu hal yang perlu kita ketahui bersama bahwa makam Tuan Uddungeng tersebut bukanlah sebagai tempat penyembah berhala. Karena tidak ada yang patut kita sembah selain Allah. Narasumberpun selalu menegaskan demikian kepada orang-orang yang datang berkunjung kepemakaman Tuan Uddungeng tersebut.

1 comment:

  1. Orang orang tua dulu biasa berziarah ke makam Tuan Uddungeng.

    ReplyDelete